Pages

Minggu, 21 Juli 2013

Tunda LTE Sampai 2018, Ancaman Macet Total

3
Jakarta - Kemacetan lalu lintas telah menjadi menu wajib warga Jakarta. Bukannya membaik, tahun ini kemacetan semakin parah. Tidak hanya di Jakarta, melainkan telah meluas di kota besar lainnya. Bahkan kemacetan parah juga terjadi setiap hari di tol Cikampek dan jalur Pantura.

Berbagai inisiatif pemerintah untuk mengurangi kemacetan disikapi warga dengan pesimis, pasrah bahkan penolakan. Mungkin saja karena warga tidak percaya lagi kepada pemerintah yang dianggap terlalu lambat menyikapi hal ini. Sebut saja program MRT dan monorail yang tidak mulus sampai saat ini.

Kenapa sampai demikian? Karena pemerintah terlambat membaca angka penjualan sepeda motor yang lebih dari 7 juta per tahun dan mobil yang mencapai 1 juta per tahun, dan terus tumbuh dua digit. Sementara pembangunan jalan baru dan tol jauh dari mencukupi. Dikutip dari www.worldbank.org, total jaringan jalan tercatat 477 ribu kilometer dan jumlah jalan tol yang terbangun sejak 1978-2010 baru sepanjang 742 Km.

Seperti halnya infrastruktur jalan raya, LTE adalah infrastruktur broadband yang boleh disebut sebagai jalan tol. Serupa dengan perencanaan pembangunan jalan tol, penggelaran LTE memang sangat kompleks, tentu tidak semudah 3G. Karenanya butuh political decision dan komitmen seluruh pihak termasuk operator, pengguna, BRTI, Kementerian Kominfo, dan kementerian lain yang terkait.

Long Term Evolution (LTE)

Long Term Evolution (LTE) adalah standar komunikasi data nirkabel dengan kecepatan tinggi yang berbasis pada jaringan GSM/EDGE dan UMTS/HSPA. Secara teori teknologi ini mampu mengunduh file dengan kecepatan 300 Mbps dan kecepatan unggah 75 Mbps.

LTE dikembangkan 3GPP, organisasi penerbit standar teknologi GSM, dengan maksud untuk menjamin ketersinambungan sistem 3G yang saat ini telah digunakan secara luas di seluruh dunia. Tentu saja juga untuk memenuhi kebutuhan akses data yang semakin cepat dengan kualitas yang semakin baik. LTE dipercaya bakal menjadi standar jaringan seluler global, baik untuk GSM maupun CDMA.

LTE Indonesia Tahun 2018?

Sampai saat ini pemerintah belum menyampaikan rencana jelas, kapan teknologi ini akan diterapkan. Pemerintah sedang fokus menyelesaikan tender 3G dan menata ulang seluruh blok frekuensi tersebut. Pemerintah beralasan kelambatan adopsi LTE disebabkan tidak tersedianya spektrum yang sesuai. Spektrum 700 MHz yang dianggap ideal masih digunakan oleh televisi analog dan baru bisa dimanfaatkan tahun 2018.

Selain karena spektrum, teknologi 3G juga disebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Lagipula, investasi LTE sangat besar, sementara smartphone yang mendukung LTE masih terbatas.
Karena hambatan tersebut, beberapa pihak memandang keberadaan LTE saat ini belum urgent. Karenanya LTE bisa ditunda sampai 2018.

Pandangan tersebut amat spekulatif dan beresiko. Adopsi LTE harus menjadi prioritas industri telko negeri ini. Tahun 2014 menjadi masa ideal implementasi LTE, paling tidak karena beberapa alasan di bawah ini.

Sejarah Adopsi Teknologi

Adopsi teknologi CDMA, GSM, 2G dan 3G di Indonesia berkisar 4-6 tahun sejak teknologi tersebut komersial untuk pertama kalinya. Sedangkan teknologi LTE telah diluncurkan secara komersial sejak Desember 2009. Belajar dari sejarah tersebut, tahun 2013-2015 merupakan masa ideal untuk adopsi LTE di Indonesia.

Kenapa ideal? Menunggu 4-6 tahun dikatakan ideal, setidaknya karena alasan berikut. Pertama, tidak semua teknologi baru diterima publik dan populer. Sebagai contoh teknologi WiMAX. Meskipun teknologi ini lahir lebih dulu dan memiliki spesifikasi teknis yang setara, namun tampaknya tidak akan berkembang karena kalah bersaing dengan LTE.

Kedua, butuh waktu untuk belajar. Indonesia bisa belajar dari implementasi LTE di berbagai negara dengan berbagai frekuensi dan kondisi lapangan yang berbeda. Ketiga, biaya mahal. Setiap teknologi baru, pada awalnya harga infrastruktur dan device-nya selalu mahal, namun perlahan akan turun. Keempat, memberi kesempatan penetrasi kepada teknologi sebelumnya, 3G HSPA.

Adopsi Global

LTE komersial diluncurkan pertama kali oleh Teliasonera di Stockholm dan Oslo pada Desember 2009. Sampai kuartal pertama tahun ini, ABI Research melaporkan jumlah pengguna mencapai 108 juta. IDATE memperkirakan jumlah pengguna bakal naik tajam, hingga mencapai 915 juta pada akhir 2016 dan menyentuh satu miliar pada 2017.

LTE telah diadopsi oleh hampir seluruh belahan dunia, lebih dari 90 negara. Tidak hanya di negara maju, namun telah dinikmati banyak negara berkembang. Seperti Angola, Tanzania dan Namibia di benua Afrika. Bahrain, Oman dan Libanon di belahan Timur Tengah. Serta Malaysia, Thailand dan Philipina di Asia Tenggara.

Bahkan bulan lalu, SK Telecom Korea Selatan membuat kejutan dengan meluncurkan LTE-Advanced komersial pertama di dunia. Dalam dua minggu dilaporkan telah menjangkau Seoul dan 43 kota lainnya, serta sukses menggaet 150 ribu pelanggan.

Jika saat ini negara berkembang dan tetangga sudah menikmati, mampukah masyarakat Indonesia menunggu LTE sampai 2018?

Dukungan Gadget

Hampir semua produsen gadget global telah menjual tablet dan smartphone dengan dukungan LTE. Sebut saja beberapa merk populer seperti Apple iPhone 5, Blackberry Z10 dan Samsung Galaxy S4. Juga seperti HTC One, LG Optimus G dan Nokia Lumia 920. Bahkan termasuk merk lapis berikutnya seperti Windows Phone X8, Sony Xperia V dan Asus PadFone 2.

Perusahaan riset IDC melaporkan pada kuartal dua tahun ini, untuk pertama kalinya penjualan smartphone melebihi feature phone. Lebih lanjut mereka memperkirakan akhir tahun ini jumlah smartphone global akan mencapai 918 juta dan terus naik sampai 1,5 miliar pada 2017. Jumlah tersebut berkisar dua-pertiga dari total pasar ponsel global.

Pasar smartphone Indonesia dengan sendirinya akan mengikuti pasar global. Terlebih lagi, pasar Indonesia cenderung irrasional, karena lebih mementingkan lifestyle. Dari 240 juta lebih pengguna ponsel di Indonesia, diperkirakan lebih dari 40 juta adalah pengguna smartphone.

Meskipun dari jumlah tersebut porsi smartphone LTE masih relatif kecil, namun diyakini akan segera berbalik ketika LTE sudah tersedia dan harganya semakin terjangkau.

Jika pengguna smartphone di Indonesia sudah demikian luas, mampukah masyarakat Indonesia menunggu LTE sampai 2018?

Internet Indonesia

Meskipun jumlah pengguna internet sudah mencapai 62,5 juta pada akhir 2012, namun penetrasinya masih 27 persen. Angka ini masih berada di bawah Vietnam yang telah mencapai 30,5 persen, dan belum memenuhi target 50 persen sesuai kesepakatan 10 negara Asia Tenggara.

Akamai Technologies melaporkan rata-rata kecepatan internet di Indonesia sebesar 1,2 Mbps, menempatkan Indonesia di peringkat 115 dunia. Angka ini berada di bawah rata-rata kecepatan internet global sebesar 2,8 Mbps. Angka tersebut bahkan berada di bawah Vietnam sebesar 1,6 Mbps, Malaysia 2,2 Mbps dan Thailand 3,1 Mbps.

Jika posisi internet Indonesia masih jauh di belakang, tidakkah berniat membuat lompatan? Mampukah Indonesia menunggu LTE sampai 2018?

Pendorong Pertumbuhan Ekonomi

ITU melaporkan setiap peningkatan penetrasi broadband 10% akan mendorong kenaikan Gross Domestic Bruto (GDB) sebesar 1,38%. Sementara Business World melaporkan broadband telah menyumbang kenaikan GDB rata-rata 2%. Khusus di Indonesia, BPS menunjukkan kontribusi subsektor telekomunikasi terhadap PDB tahun 2012 sebesar 3,2%.

Senior Director Spectrum Policy & Regulatory Affairs GSMA, Chris Perera memaparkan kepada sejumlah media di Jakarta (23/5/2013), bahwa penundaan LTE selama empat tahun, dari tahun 2014 ke 2018, bisa menghasilkan kerugian sebesar USD 16,9 miliar untuk GDP, USD 4,7 miliar untuk pajak, 79.000 usaha dan 152.000 lowongan kerja. Kerugian ini ditaksir bisa lebih dari USD 20 miliar atau sekitar Rp. 200 triliun.

Awas Internet Macet Padat Merayap.

Seandainya pemerintah tidak segera mengambil political decision dan tetap berencana mengadopsi LTE pada tahun 2018, maka dari argumentasi di atas, rasanya tidak berlebihan jika sejumlah pihak memprediksi internet bakal macet total, padat merayap layaknya kemacetan kota Jakarta.

Pada saat itu, LTE tidak mampu lagi menjawab kebutuhan dan solusi pun semakin sulit ditemukan. Kondisi akan lebih parah, jika masyarakat tidak percaya lagi kepada kemampuan pemerintah mengatasi permasalahan infrastruktur broadband.

Sebagai bagian anak negeri dan pengguna telekomunikasi, kita tentu berharap semoga pemerintah segera mengambil keputusan dan mempersiapkan adopsi LTE secepatnya. Tahun 2014 merupakan tahun ideal, atau setidaknya 2015. Semata-mata untuk menghindari kekisruhan industri telko dan demi kemakmuran bangsa Indonesia.

abah-pas-photo Tentang Penulis: Muhammad Yusuf merupakan praktisi dan pemerhati telekomunikasi, dapat dihubungi di myusuf298@gmail.com atau www.myusuf298.com.
(ash/ash)

22 Jul, 2013


-
Source: http://detik.feedsportal.com/c/33613/f/656095/s/2ef98553/l/0Linet0Bdetik0N0Cread0C20A130C0A70C220C10A28250C230A9650A0C3980Ctunda0Elte0Esampai0E20A180Eancaman0Emacet0Etotal/story01.htm
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com

0 komentar:

Posting Komentar